Ada hal menarik yang terjadi pada era 1990-an, yaitu banyaknya
anak-anak di Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Sekolah Dasar (SD) yang bercita-cita
menjadi insinyur agar dapat membuat pesawat terbang seperti Habibie. Dapat dilihat
bahwa Habibie tidak hanya melekat pada orang dewasa, namun juga pada anak-anak.
Sebelum kami lanjutkan pembahasan ini, apakah kalian sudah mengenal Mars TNI? Silakan tengok disini jika kalian ingin mengenalnya.
Terdorong oleh Sejarah
Sedikit orang mengenang sosok Habibie sebagai seorang
pemimpin pasca Orde Baru runtuh. Sebagian menganggap bahwa ia adalah seorang teknokrat
cerdas sehingga kepemimpinan politiknya tidak secerah kepemimpinannya dalam industri
teknologi seperti pesawat terbang.
Sebagian juga menganggap ia hanya meneruskan
kepemimpinan dari Soeharto sehingga tidak terdapat gebrakan politik baru.
Ditambah lagi, pada era kepemimpinannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) membuat rasa nasionalisme sebagian publik tersayat.
Habibie berkuasa kurang lebih selama 512 hari, sebuah
jangka waktu pemerintahan yang pendek. Tetapi, dalam masa yang singkat, ia mampu
melakukan gebrakan-gebrakan reformis-dialektis dalam bidang ekonomi, politik, hukum
dan HAM serta kajian perempuan. Pada masa krisis itu ia berupaya melahirkan
pemerintahan sipil yang demokratis.
Selama Orde Baru berkuasa, pers dibungkam sehingga wacana
pemikiran kritis mengalami jeda dalam aliran. Tetapi, pada era pemerintahan
Habibie, pers memperoleh kebebasannya lewat UU No. 40 tahun 1999 tentang pers.
Hal diatas menjadi tonggak kebebasan pers di Indonesia yang sebelumnya dibungkam oleh
rezim Orde Baru. Bukan hanya itu, jauh sebelum era Abdurahman Wahid, Habibie
juga memberikan kebebasan kepada etnis Tiongkok untuk berbicara dan mengajarkan
Bahasa Mandarin.
Ia juga mengadakan referendum bagi Timor Timur di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memilih merdeka atau otonomi khusus di
bawah pemerintah Republik Indonesia.
Realitas berkata bahwa rakyat Timor Timur
lebih memilih untuk merdeka dari Republik Indonesia dan pemerintahan Habibie
menerimanya sebagai hasil dari dialog antara Republik Indonesia dengan Timor
Timur. Sebuah keputusan politik yang membuat dirinya dirasa kurang dan dipandang
sebelah mata oleh sebagian publik dan elite politik.
Ia juga meminta maaf atas pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) masa lalu guna membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis. Tampak
bahwa sejarah menggiringnya untuk melakukan pembaruan total sehingga ia tidak
menyia-nyiakan waktu untuk melakukan transformasi dalam masyarakat Indonesia.
Dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan yang ia lahirkan,
bahwa kebenaran bersifat interuptif dan historis. Bergerak sangat cepat
sekaligus mengejutkan sehingga banyak pihak yang belum dapat menerima kebenaran
yang dihidupinya.
Pada akhirnya, Habibie menjadi sosok yang dipandang sebelah mata
dalam hal politik, namun berhasil menegakkan kebenaran sehingga berdampak
secara sosial.
Tampaknya, kesetaraan dan kebebasan adalah prinsip dasar
Habibie untuk mentransformasi Indonesia pasca-Soeharto. Tanpa kesetaraan dan
kebebasan dalam masyarakat, demokrasi yang berlangsung hanyalah semu belaka.
Sepertinya ia belajar dari masa kekelaman sosial-politik Jerman pada Perang
Dunia Kedua sehingga ia ingin membangun sebuah masyarakat demokratis-humanis di
Indonesia. Oleh sebab itu, ia menghidupi nilai-nilai demokratis dalam masa
pemerintahannya agar memicu sejarah baru dalam masyarakat Indonesia.
Ia mewariskan nilai-nilai itu untuk tetap dijalankan agar
tidak menjadi artefak demokrasi di masa lampau. Tak heran jika Amnesty Internasional
Indonesia mengatakan bahwa jangan sampai upaya HAM yang didorong oleh Habibie
terbengkalai sia-sia dan cita-cita Reformasi luntur tanpa bekas.
Ini tanda
bahwa pekerjaan Habibie belum selesai sehingga perlu dikawal sampai hari ini
agar negara ini tidak jatuh ke lubang yang sama. Habibie bukan hanya bapak ilmu
pengetahuan dan teknologi, melainkan juga bapak demokrasi Indonesia.
Semoga artikel ini bisa membuat Anda lebih paham dengan
masa kepresidenan singkat B. J. Habibie. Meskipun
tergolong singkat, namun ia tetap berupaya untuk membangun pemerintahan sipil
yang demokratis. Terima kasih telah meluangkan waktu Anda.