X5shz4aTNkOxOgSqfJsdczLtDoEY02WZt1PBqrhc

Nasib Pegawai Negeri di Era Kolonial Sampai Soekarno



Nasib Pegawai Negeri di Era Kolonial sampai Soekarno
Priyayi dan Menak Yang Menjadi Pegawai Negeri di Era Kolonial

            Hallo Readers, gimana kabar kalian hari ini ? semoga kawan-kawan pembaca baik baik saja yaaa! Aamiin! Tahukah kalian bahwa PNS adalah pekerjaan idaman banyak masyarakat Indonesia, mengapa tidak, PNS merupakan pekerjaan yang memiliki gaji tetap dan cenderung naik, selain itu PNS juga menjamin masa tua dan banyak tunjangan yang didapatkan dari menjadi pekerjaan ini.

            PNS merupaka warisan kolonial Belanda. Pemerintah kolonial melibatkan kaum bumiputra untuk mengisi bagian-bagian bawah dari birokrasi ini, disebabkan karena sedikitnya jumlah orang-orang Eropa yang berada di Indonesia.

            Hal ini juga dimanfaatkan pemerintah kolonial untuk menjangkau masyarakat pribumi, dengan memperkerjakan menak atau priyayi sebagai pegawai, dikarenakan kelas sosial para menak atau priyayi yang tinggi mempermudah pemerintah kolonial untuk mensosialisasikan program-program mereka kepada masyarakat pribumi.

            Untuk menunjang kerja para menak atau priyayi yang menjadi pegawai, pemerintah kolonial mendirikan sekolah agar  para pegawai terdidik dan berbiaya murah, sekolah yang didirikan adalah Sekolah Pendidikan Calon Guru atau Hollandsch Inlandsche Kweekschool (HIK).

            Selain HIK pemerintah kolonial juga mendirikan Sekolah Khusus untuk Calon Pegawai yang bernama Hoofdenschool yang kemudia berubah menjadi Opledingschool voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) yang biasa disebut Sekolah Menak dikarenakan sekolah ini hanya untuk anak-anak pegawai pribumi dan tokoh masyarakat.

            Menak terbagi atas Menak Heubeul (lama) dan Menak Anyar (baru). Menak Heubeul adalah para priyayi yang memiliki kedudukan sosial yang kuat saat Priangan di bawah kekuasaan Mataram. Menak Anyar adalah priyayi yang memiliki kedudukan rendah disbanding Menak Heubeul akan tetapi mengalami mobilitas vertikal pendidikan barat melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial.

            Dan merekalah yang menjadi pegawai kolonial, dimana menjadi perantarah antara pemerintah kolonial dan masyarakat pribumi akan tetapi para priyayi ini memanfaatkan kedudukannya untuk keuntungan diri sendiri, mereka berprilaku manis di hadapan pemerintah kolonial agar agar tetap dipercayai oleh pemerintah kolonial.

            Kekotoran para pegawai pribumi membuat rakyat makin sensara dimana meraka menggenjot hasil agrarian agar panen dapat melebihi target pemerntah kolonial dan para pegawai pribumi yang bersangkutan mendapatkan bonus dari para pemerintah kolonial yang membuat para pegawai pribumi semakin kaya dan rakyat semakin miskin.

Nasib Pegawai Negeri di Era Kolonial sampai Soekarno
PNS Era Kolonial

            Setelah proklamasi kemerdekaan secara otomatis seluruh pegawai pribumi yang di bawah pemerintahan kolonial menjadi pegawai Negara Republik Indonesia. Di masa agresi 1948-1949, pegawai negeri terbagi menjadi 3 kelompok. Pertama, pegawai negeri yang tinggal di daerah pemerintahan Republik Indonesia tetap menjadi pegawai Republik Indonesia. Kedua, pegawai negeri yang tinggal di daerah pendudukan Belanda yang tetap menjadi pegawai RI (pegawai non-kooprator). Dan ketiga pegawai yang bekerja sama dengan Belanda (kooprator). Pada 27 Desember 1949, ketiga kelompok ini disatukan menjadi Pegawai Republik Indonesia Serikat.

            Di era ini, para politisi dan tokoh partai yang mendominasi pemerintahan menjadikan para pegawai sebagai alat politik. Sehingga presiden Soekarno dalam upayanya untuk mengurangi nepotisme dalam kepegawaian mengeluarkan Dekrit Presiden tertanggal 5 juli 1959. Dekrit ini berupaya membuat pegawai pemerintah netral dari kekuasaan partai politik.

            Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 1961 pasal 10 ayat (3) telah memberi batasan kepada pegawai negeri “Bagi suatu golonga pegawai dan/atau suatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik”.

            Akan tetapi sisa-sisa pemerintahan kolonial tetap menjadi problematika, dimana para pegawai terjebak dalam mendukung partai komunis.

            Begitulah perjalanan panjang pegawai negeri di era kolonial sampai ke era Soekarno, semoga tulisan ini dapat membantu kawan-kawan pembaca. Pada artikel sebelum nya Abdi Negara News juga sudah menulis tentang Mengapa Brimob Menjadi Satuan Militer Paling Setia di Indonesia. Sampai jumpa di tulisan-tulisan selanjutnya, salam hangat Abdi Negara News, semoga kawan-kawan dapat terhibur dengan tulisan ini.
Related Posts

Related Posts