Lahir di Batavia, 21 Februari 1939 dengan nama lengkap
Pierre Andries Tendean. Piere berasal dari keluarga ras campuran. Ayahnya
Aurelius Lammert Tendean orang Minahasa sedangkan sang ibu Maria Elizabet
Cornet, perempuan berdarah Prancis Kaukasian. Pierre anak kedua dari tiga
bersaudara dan merupakan anak lelaki satu-satunya di tengah keluarga Tendean.
Sebelum kami lanjutkan, kami juga memiliki informasi
sejarah mengenai Halim Perdanakusuma, Bapak Penerbang AURI. Silakan Anda periksa apabila Anda tertarik.
Menurut biografi resmi Pierre Tendean Sang Patriot: Kisah
Seorang Pahlawan Revolusi suntingan Abie Besman, nama Pierre sarat dengan unsur
Prancis. Nama lengkap Pierre Andries Tendean diambil dari nama kakek pihak ibu
yang berdarah Prancis, Pierre Albert. Pierre dalam bahasa Prancis bermakna
“kuat bagaikan batu”, suatu lambang ketegaran hidup.
“Nama ini sekaligus adalah sebuah doa yang disematkan
oleh kedua orang tuanya sejak Pierre lahir agar sang putra selalu tegar dan
memegang teguh prinsip hidupnya,” tulis tim penulis biografi resmi Pierre
Tendean.
Pierre sendiri tumbuh sebagai seorang Jawa medok karena
pada 1950, keluarganya pindah ke Semarang. Kendati keluarganya menginginkannya
menjadi insinyur lulusan ITB, namun Pierre lebih memilih mengabdi sebagai
prajurit TNI. Pada 1958, Pierre mendaftarkan diri di Akademi Teknik AD
(Atekad), jalur militer yang membawanya ke satuan zeni tempur.
Di kalangan taruna, Pierre acap kali dirisak karena
parasnya. Wajah bule dan kulitnya yang cenderung putih sesekali jadi bahan
ejekan. Pertanyaan sindiran berupa “Indo ya?” kerap dilontarkan. Mendengar itu,
Pierre pernah berang juga.
“Barangkali rasa
nasionalismemu lebih rendah daripada nasionalisme saya,” kata Pierre
sebagaimana dituturkan karibnya semasa di Atekad, Brigjen (Purn.) Efendi
Ritonga.
Setamat dari Atekad, Pierre terjun ke
berbagai palagan. Mulai dari operasi penumpasan PRRI di
Sumatera Barat. Kemudian, dia ikut operasi penyusupan ke Malaysia dalam rangka
konfrontasi dari Selat Panjang. Dalam setahun, Pierre telah tiga kali menyusup
ke daratan Malaysia. Terakhir, Pierre menjadi ajudan Menteri Pertahanan dan
Keamanan Jenderal Abdul Haris Nasution.
Dalam masa tugas mendampingi Jenderal Nasution, Pierre
malah kerap jadi sorotan, terutama dari kaum wanita. Apalagi kalau bukan karena
rupanya yang tampan. Ini biasanya terjadi kalau Nasution sedang memberikan ceramah
atau seminar di universitas maupun lembaga tertentu. Ada istilah yang berlaku
pada saat itu: “Telinga kami untuk Pak Nas, tetapi mata kami untuk ajudannya.”
Dalam memoarnya, Nasution mengenang kebersamaan
terakhirnya dikawal oleh Pierre. Kira-kira tanggal 23 September 1965 atau
sepekan sebelum G30S. Saat itu, Nasution sedang memberikan ceramah kepada satu
batalion Resimen Mahasiswa Mawarman di kampus Universitas Padjajaran. Pierre
yang pangkatnya letnan satu bertugas mendampingi Nasution.
“Ia (Pierre)
terhitung pemuda yang ganteng, dan terus menjadi sasaran kerumunan para
mahasiswi,” ujar Nasution dalam Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa
Kebangkitan Orde Baru.
Pierre Tendean, Prajurit TNI Berdarah Prancis |
Ketika terjadi G30S, Pierre menjadi korban pencedokan pasukan Resimen Cakrabirawa yang semula hendak menjemput Nasution. Pierre menumbalkan diri dengan mengaku sebagai Nasution. Kemudian Pierre diangkut ke kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Sebagaimana dicatat Nasution, menurut penuturan seorang
anggota Cakrabirawa bernama Supandi, Pierre disuruh jongkok kemudian ditembak
dari belakang sebanyak empat kali. Tubuhnya yang berlumur darah lantas diseret
ke sebuah lubang sumur. Pierre gugur saat menjalankan tugasnya.
Dialah Kapten Pierre Tendean, semoga kita
bisa terus mengenang jasanya dan meniru kebaikan serta keberaniannya. Dan
semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi Anda. Terima kasih telah meluangkan
waktu Anda.
Salam Hangat